Apa yang Harus Dilakukan?
Memang, kehidupan ini sarat misteri yang sulit untuk ditebak. Ada
kalanya hari ini jadi milik kita, tetapi belum tentu hari esok tetap
seperti itu. Tak seorang pun yang dapat terlepas dari cobaan rasa takut,
kelaparan, kehilangan harta atau bahkan kehilangan orang-orang yang
kita cintai.
Bila mengalami kenyataan hidup sebagai janda, sebagai Muslimah,
bagaimana kita menyikapi takdir Ilahi ini? Berikut ini sedikit catatan
atas persoalan rumah tangga (janda) yang luas dan kompklek.
Pertama, kelola kesedihan dan ujian ini dengan hati dan iman. Jadikan
saat-saat sulit ini sebagai sarana lebih mendekatkan diri kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala (SWT). Sabar dan ridha pada semua takdir Allah serta
menyadari sepenuhnya, bahwa semua yang terjadi ini adalah berdasarkan
ketentuan dan hikmah dari Allah SWT.
Jangan biarkan rasa sedih, cemas dan kekhawatiran menguasai hidup
kita. Apalagi harus mengisolir diri dari lingkungan, memilih terus hidup
dalam kesedihan dan batin yang tertekan. Hal tersebut bila terus
dilakukan akan menguras energi, memupus semangat hidup dan menjerumuskan
kita pada keputusasaan. Jika sudah begini, tak hanya batin yang
menderita, fisik pun sengsara.
Ingatlah firman Allah SWT, ”…Dan janganlah kamu berputus asa dari
rahmat Allah. Sesungguhnya berputus asa dari rahmat Allah, melainkan
kaum yang kafir,” (Yusuf [12]: 87).
Kedua, yakinlah status janda bukanlah aib, meskipun sebagian
masyarakat masih menganggap demikian. Apalagi kalau ’si teteh atau
mbak’ masih muda dan cantik, sehingga disebut ’janda kembang’, yang
konon berpotensi menggaet suami orang. Anggapan seperti ini membuat
hidup kita menjadi tidak nyaman di tengah-tengah masyarakat. Karena itu,
pandai-pandailah membawa diri hingga citra miring tentang janda
’sebagai ancaman’ dapat sirna.
Tepislah citra miring itu dengan berperilaku baik dan hiasi diri
dengan takwa. Jagalah diri dalam bergaul, tundukkan pandangan sehingga
terhindar dari fitnah dan mudharat. Tak usah menyesali takdir. Sebab
jodoh, maut dan rezeki adalah rahasia Allah SWT. Sebagai manusia kita
hanya menjalani takdir sambil terus berikhtiar dan berdoa memohon
kebaikan atas apa yang terjadi.
Ketiga, ikhtiar untuk menikah lagi, setelah masa iddah selesai.
Ikhlaskan niat dan amal, ketika ada hasrat untuk menikah lagi. Niatkan
untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, bukan karena ingin memenuhi
nafsu semata. Karena nikah adalah setengah bagian dari agama. Dan
pernikahan adalah kesucian jiwa dan raga.
Keempat, bersabarlah dalam melangkah. Sikap ikhlas harus dibarengi
dengan kesabaran dan kebenaran. Demikian juga sebaliknya, keikhlasan
bila tidak disertai dengan kesabaran yang terus menerus akan hilang
maknanya. Karena proses pernikahan tidak seperti membalikan telapak
tangan, terlebih bagi janda yang telah berumur dan beranak banyak.
Iringi hari-hari nan sepi dengan berdialog dengan Allah melalui sabar
dan shalat, ”…Mintalah pertolongan kepada Allah dengan kesabaran dan
shalat.” (Al Baqarah [2]: 153).
Kelima, tetaplah optimis. Tak selayaknya seorang Muslim berputus asa
dari rahmat Allah SWT. Bukankah Allah SWT tak akan mengubah nasib suatu
kaum jika kaum itu tak berusaha mengubahnya?
”…Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga
mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah
menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat
menolaknya dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”
(Ar-Ra’ad [13]: 11).
Keenam, bekali diri dengan segala persiapan baik secara lahir maupun
batin. Mungkin dengan memperbanyak komunikasi dengan para akhwat atau
mengkomunikasikan kepada lelaki shalih, baik secara langsung atau dengan
perantara. Karena pernikahan ini sangatlah tidak mudah, butuh waktu
lama untuk mempersiapkannya. Pengalaman masa lalu bisa menjadi guru
terbaik, sehingga dengannya mawas diri dan introspeksi diri.
Allah SWT berfirman, ”Dan apabila telah sampai ajal (batas akhir
iddah) mereka, maka tidak ada dosa atas kalian (para wali) di dalam
apa-apa yang mereka lakukan pada diri mereka sendiri.” (Al-Baqarah [2]:
234).
Ketujuh, poligami bisa menjadi pilihan. Mengingat kenyataan dan
fitrah lelaki yang bisa mencintai lebih dari satu istri, alternatif ini
bisa menjadi pilihan dan tak salah jika tawaran poligami ini diterima
selama hubungan itu dalam kerangka syar’i, ada keterbukaan, kejujuran
pada dua belah pihak dan jelas tujuannya. Jadi tak perlu takut dan
minder dengan status menjadi istri kedua. Islam adalah agama solusi,
lewat poligami bisa menjadi pemecahan masalah hidup dan rumah tangga
menuju keridhaan dan surga-Nya.
Kedelapan, bertawakallah kepada Allah dan iringi doa kepada–Nya.
Sikap atau sifat tawakal ialah sikap menyerahkan diri kepada Allah SWT
tentang semua hasil, usaha dan ikhtiar yang telah dikerjakan dengan
persiapan dan perencanaan yang matang dan jerih payah yang berat.
Allah SWT berfirman, ”….Barangsiapa mau pasrah (bertawakal) kepada
Allah, niscaya Allah akan mencukupinya (mendapatkan apa yang dia
inginkan)…” (At-Thalaq [65]: 3).
Saudariku, jangan lagi bersedih dan resah. Dunia ini memang tempat
berjuang. Masalah yang ada, adalah bumbu kehidupan beriring bersama
waktu dan keteguhan imanmu. Bersemangatlah selalu, berdoa dan mintalah
tolong pada Allah SWT. Lupakan yang lalu dan jadikan ibrah.
Seperti sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (SAW),
”Bersemangatlah untuk meraih apa yang bermanfaat bagimu, mintalah tolong
pada Allah, dan janganlah lemah. Apabila sesuatu menimpamu janganlah
engkau mengatakan ’Andaikan aku mengerjakan begini niscaya akan begini
dan begitu.’ Akan tetapi katakanlah, ”Qadarullah wama sya’a fa’ala
(Semua ini takdir Allah, Dia mengerjakan apa yang Dia kehendaki).
’Karena kata ’andaikan’ itu membuka pintu bagi amalan setan.” (Riwayat
Muslim, Ibnu Majah, Ahmad).
Yakinlah kebahagian itu takkan hilang, dan jodoh adalah soal takdir,
sibukanlah dengan aktivitas amal shalih. Berikhtiarlah terus, meski
menentukan hasil adalah Allah SWT. Jemputlah kebahagiaan karena
langkahmu masih panjang dan harapan kebahagiaan akan selalu menunggumu.
*Karimah/Suara Hidayatullah MEI 2008 –Penulis baru dua bulan melepas
masa jandanya, setelah tiga tahun dalam penantian sang suami.
0 komentar:
Posting Komentar